Ulasan Film “Knives Out”, Film Ala Detektif Ringan nan Kocak
Setelah sekian lama saya tidak menonton film bioskop,
akhirnya saya menginjakkan kaki di salah satu cinema ternama di kota Makassar. Saya pun dihadapkan pada pilihan untuk
menonton film apa, pada kali lama saya tidak menginjakkan kaki di tempat ini.
Kala itu ada beberapa film hits atau box
office yang tayang, sebut saja “Habibie dan Ainun 3”, “Imperfect”, “Jumanji”, dan “Starwars”. Mau nonton Habibie dan Ainun
3, tapi menurut testimoni teman seri pertama dan kedua masih lebih bagus dari
seri ini. Mau nonton film Indonesia “Imperfect” namun setelah nonton trailer dan baca sinopsisnya membuat
saya tidak impresif (walaupun banyak yang bilang katanya film ini bagus). Mau
nonton film “Jumanji”, setela membaca sinopsisnya juga membuat saya tidak
impresif, karena yang terlintas dibenak saya hanya sekedar film petualangan
biasa. Mau nonton film “Starwars”, namun seri film ini tidak saya ikuti dari
awal. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk menonton film “Knives Out”. Film
ini dirilis pada November 2019, namun saya sendiri menontonnya pada 24/12/2019.
Pertimbangan pertama adalah sampul film dan sinopsisnya cukup menarik. Sampul
film digambarkan dengan sederetan orang berdiri dengan gaya gaya bonafit klasik
dengan seorang bapak paruh baya yang duduk di tengah seolah menunjukkan dialah
salah satu pemeran utama. Sinopsis filmnya menggambarkan bahwa film ini
ber-genre misteri. Tentunya film dengan genre seperti ini cukup menarik untuk
ditonton sembari meregangkan otak saat menikmati tiap adegan dalam film.
Pertimbangan kedua adalah film ini dibintangi aktor ternama Daniel Craig si
pemeran James Bond dan Chris Evan si Captain America. Bagi saya dengan adanya
dua aktor tersebut, tentu membuat film ini bukan film abal-abal.
Sinopsis Cerita
Film ini mengisahkan kematian seorang penulis buku ternama
Harlan Thrombey (diperankan oleh Christopher Plummer). Walaupun ditemukan tewas
karena bunuh diri dengan menyayat lehernya menggunakan pisau, kematiannya
menjadi teka-teki dengan hadirnya detektif ternama Benoit Blanc yang
menyelidiki kasus ini. Detektif Blanc hadir dengan tidak diketahui siapa yang memintanya
untuk mengusut kasus ini padahal sudah ketahuan bahwa kematian mendiang Harlan
adalah bunuh diri. Konflik internal keluarga memperkeruh suasana yang membahas
harta warisan mendiang Harlan. Namun hingga akhirnya harta mendiang Harlan
tidak diwariskan satupun kepada anggota keluarga melainkan jatuh ke tangan
Marta Cabrera (diperankan oleh Ana De Armas) yang tidak lain adalah perawat
tangan kanan mendiang Harlan. Seluruh anggota keluarga tentunya tidak setuju dan
membujuk Marta agar mau mengalihkan harta warisan yang diberikan kepadanya,
dengan dalih ancaman melaporkan keluarga Marta pada pihak berwajib yang tidak lain
adalah imigran illegal. Peluang ini dimanfaatkan oleh salah satu anggota
keluarga yakni Rhomson Drysdale (diperankan oleh Chris Evan) untuk membantu menyelamatkan posisi
Marta dengan kerjasama yang saling menguntungkan agar Marta mau membagi harta
warisannya kepada Rhomson.
Yang menjadi konflik dalam film ini tidak hanya sebatas
pembagian harta warisan melainkan misteri kematian mendiang Harlan, apakah
benar-benar bunuh diri atau terdapat dalang dibalik kematiannya. Kematian
mendiang Harlan bermula ketika Marta tidak sengaja salah menginjeksikan obat
penenang kepada mendiang Harlan dan tidak menemukan obat penawarnya. Hingga
akhirnya Marta memprediksikan bahwa mendiang Harlan akan meninggal 15 menit
lagi. Walaupun Marta berusaha menyelamatkan nyawanya untuk kondisi darurat 15
menit, mendiang Harlan bersikeras untuk tidak perlu menyelamatkan dirinya dan
menginstruksikan Marta untuk melakukan suatu hal agar dirinya tidak dicurigai
sebagai pelaku pembunuhan dirinya. Dari sinilah konflik utama menjadi semakin
dalam untuk digali, bagaimana akhirnya Marta bertahan dalam posisinya sebagai
penerima penuh harta warisan sekaligus saksi utama kematian mendiang Harlan.
Tidak hanya itu, siapa sebenarnya yang mengundang detektif Blanc untuk
mengungkap kasus kematian menjadi salah satu konflik utama dalam film ini.
Adegan Awal yang Membosankan
Adegan awal dalam film ini menurut saya cukup membosankan
karena dimulai dengan adegan percakapan yang cukup panjang dengan plot kilas
balik. Awalnya saya berpikir apakah saya salah memilih film untuk ditonton kali
ini. Namun hingga akhirnya adegan jatuh pada giliran Daniel Craig dan Chris
Evan yang melakoni film ini, dari situ saya merasa saya tidak salah pilih film
untuk ditonton. Walaupun kisah pada adegan bagian cerita di awal tersebut bagi
saya belum cukup impresif. Namun kemunculan Daniel Craig dan Chris Evan
memunculkan nuansa tersendiri bagi penonton.
Konflik Utama ala Opera Sabun
Hingga pada akhirnya adegan selanjutnya adalah menceritakan
apa yang sebenarnya terjadi pada kematian Mr Harlan, yang mengungkapkan apakah
dia bunuh diri atau mati terbunuh. Pertanyaan tersebut telah tejawab dibagian
awal cerita. Namun apa yang menjadi konflik utama film ini ? Menurut saya konflik
utama film ini tetap sama yaitu misteri kematian Mr Harlan apakah benar-benar
bunuh diri atau ada dalang utama dibalik kematiannya, hingga akhirnya sang
detektif Mr Benoit Blanc (Daniel
Craig) harus beraksi dalam film ini dari awal hingga akhir. Namun konflik utama
film ini dikupas lebih dalam, rinci, dan detail, pada tiap adegan demi adegan,
yang akhirnya membuat penonton penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya,
walaupun di awal sudah ketahuan siapa yang sebenarnya membunuh Mr Harlan.
Kisah film ini sebenarnya sederhana yang dikemas menjadi
rumit, namun tetap dapat dicerna. Seorang penulis ternama yang ditemukan mati
bunuh diri, yang akhirnya membuat seorang detektif harus bekerja memecahkan
misteri kematian tersebut. Namun film ini dibumbui perihal harta warisan dan
gono gini ala keluarga yang membuatnya cukup dramatis layaknya kisah opera
sabun (sebut saja sinetron) pada umumnya.
Konflik antar anggota keluarga yang disajikan menjadi pemicu utama
solusi terhadap teka teki penyebab
kematian sang lakon utama. Sang detektif sendiri tidak mengetahui siapa
yang memintanya untuk memecahkan kasus tersebut. Hingga akhirnya yang menjadi
konflik utama dalam film ini yang perlu dijawab pada adegan akhir adalah siapa
yang meminta sang detektif untuk bekerja memecahkan kasus, siapa dalang dibalik
misteri kematian bunuh diri, dan apa motif sang dalang untuk melakukan hal
tersebut.
Kisah sederhana namun rumit
Menurut saya film ini ber-genre misteri namun dikemas secara
ringan yang tidak perlu membuat penonton menguras otak dan mengernyitkan dahi
di setiap adegan. Kisah film ini mudah dicerna namun tetap membuat penonton
ingin mengikuti apa yang terjadi di setiap adegan selanjutnya, hingga akhirnya
mencari tahu jawaban utama di akhir film. Saya sendiri merasa penasaran
terhadap kisah yang disajikan pada tiap adegan demi adegan dengan waktu durasi
yang cukup panjang yakni 112 menit. Waktu yang cukup panjang untuk kisah film
yang sudah terjawab konflik utamanya di awal cerita, namun tidak membuat kita
merasa bosan untuk setia menikmati adegan dari awal hingga akhir.
Latar waktu jaman now dengan bumbu latar waktu lampau
Film ini bukan film pertama yang mengusung tema detektif di
ranah film Hollywood. Sudah banyak tema film aksi (sebut saja film Action) yang menyajikan kisah kriminal
yang mengajak penonton untuk menerka siapa pembunuh, tanpa harus ditangani oleh
seorang detektif. Bisa saja kasus pembunuhan ditangani oleh pihak polisi
sendiri atau salah satu saksi dari pemeran film yang turut andil memecahkan
misteri, tanpa harus ditangani detektif. Salah satu film terkenal bertema
detektif yang saya ketahui adalah “Sherlock Holmes : A Game of Shadows” yang
dirilis tahun 2011 yang diperankan oleh aktor ternama Robert Downey Jr dan Jude
Law. “Sherlock Holmes” sendiri mengusung tema tahun klasik yang jauh dari
modernitas. Film “Knives Out” justru hadir dengan tema modernitas tanpa
menghilangkan unsur klasik yang biasanya ada di film bertema detektif.
Latar belakang dalam film adalah rumah orang kaya bergaya
tahun 50-an yang tidak lain adalah rumah Mr. Harlan dengan perabot serta
suasana yang autentik ala barat. Walaupun gaya rumah yang klasik, kisah cerita
ini diambil dengan latar zaman sekarang, yang bisa saja penonton masih mengira
bahwa film ini diambil dengan latar waktu lampau (padahal sebenarnya tidak).
Terdapat adegan Mr Blank menelusuri jejak pelaku menggunakan kamera pengintai
dengan tipe pemutar film yang masih jadul. Dari situ saya mengira bahwa film
ini diambil pada latar lampau, namun terdapat percakapan Mr Blank yang
mengatakan “dapatkah film ini diubah ke versi digital?” dari situ saya yakin
bahwa film ini diambil pada latar zaman sekarang. Selain itu beberapa adegan
yang menggunakan ponsel pintar semakin meyakinkan saya bahwa film ini diambil
pada latar zaman sekarang. Ya, latar waktu zaman lampau di film ini seakan
cukup kuat membuat kita mengira bahwa film ini berkisah dengan latar zaman
lampau.
Peran Pemain yang Pas
Salah dua pemeran utama dalam film ini yang cukup menarik
perhatian adalah Benoit Blanc yang diperankan oleh Daniel Craig dan Hugh
Rhomson yang diperankan oleh Chris Evan. Keduanya merupakan aktor dengan nama
besar yang menghiasi film ini. Daniel Craig yang selama ini kita kenal dengan karakter di serial film
James Bond menjadi cukup unik ketika harus memerankan Mr Blanc dengan karakter
yang canggung, sembrono, dan ada sedikit lucunya. Sementara Chris Evan yang
selama ini kita kenal dengan karakter superhero-nya dalam film Captain America
menjadi unik ketika harus memerankan Rhomson yang brengsek dan menjengkelkan.
Terdapat satu adegan yang membuat penonton tertawa ketika karakter Rhomson
mengatai satu persatu anggota keluarga dengan sebutan “brengsek” (a.k.a asshole) tanpa merasa bersalah.
Para pemain dalam film ini memerankan perannya dengan pas,
termasuk si perawat Marta Cabrera yang diperankan oleh Ana De Armas. Ana De
Armas tampil memukau dalam perannya sebagai perawat tangan kanan Mr Harlan,
yang cukup impulsif, emosional, dan juga mengundang tawa karena tabiatnya yang
selalu muntah akibat berbohong. Dalam karakter ini Ana tidak cukup sulit
mendalami perannya sebagai gadis imigran latin karena aktris ini memang
berdarah latin.
Adegan Knives Out yang tidak sepenuhnya Knives Out
Arti dari Knives Out sendiri lebih cenderung mengarah pada
kata yang berhubungan dengan pisau. Dari awal
saya sudah bisa menebak mengapa film ini dinamai Knives Out karena film
ini bertema pembunuhan. Mr Harlan sendiri ditemukan mati bunuh diri karena
membunuh dirinya menggunakan pisau. Namun tidak hanya sebatas itu mengapa film
ini dinamai Knives Out. Adegan terakhir dimana Rhomson mengambil pisau dan
menikam Marta Cabrera menjadi satu adegan lucu yang bisa saja menjadi kambing
hitam mengapa film ini dinamai tersebut. Rhomson menikam Marta dengan pisau yang
digambarkan dalam adegannya yang cukup dramatis. Namun ketika pisau telah
menyentuh tubuh Marta, baru ketahuan bahwa pisau tersebut hanya pisau mainan.
Adegan Menarik dan Lucu
Karakter Marta Cabrera yang diperankan oleh Ana De Armas cukup
impresif dengan latar belakang keluarga imigran. Adegan cukup menarik adalah bagian
akhir ketika Marta harus memutuskan apakah tetap mengambil harta warisan atau
mengalihkannya pada keluarga Mr Harlan. Di akhir film Marta Cabrera dengan
santainya menikmati rumah warisnya menggunakan setelan piyama seakan telah
mewenangi rumah tersebut setelah sekian lama sambil meminum kopi dengan cangkir
bertuliskan “ini adalah rumahku” (mohon koreksi apabila salah). Dari situ
terjawab bahwa Marta tidak akan mengalihkan harta warisan yang diberikan
kepadanya.
Pada umumnya film ini dibumbui adegan komedi yang cukup
banyak, termasuk Rhomson (Chris Evan) yang mengatai satu persatu anggota
keluarga dengan “brengsek”. Marta yang tak bisa berbohong harus dihadapkan
untuk berbohong demi keamanan dirinya dari alibi, alih-alih bila berbohong
Marta akan muntah. Terdapat satu adegan Marta memuntahi wajah Rhomson di bagian
terkahir akibat berbohong yang mengungkapkan bahwa Fran masih hidup yang
ternyata sudah meninggal. Tidak hanya itu, karakter nenek Wanetta yang menjadi
pelengkap dalam film ini membuat film ini semakin kental dengan unsur tawanya.
Nenek Wanetta yang digambarkan memiliki keterbelakangan mentaltidak pernah melakukan
sebuah dialog namun memunculkan tawa di kalangan penonton.
Mengapa harus menonton film ini ?
Berikut versi saya, alasan mengapa harus menonton film ini :
1.) ImDb memberi skor terhadap film ini yakni 8.1
dari 10. Perlu diberi tepuk tangan terhadap sutradara film ini.
2) Menuai respon positif dari para kritikus film
3) Digadang-gadang untuk masuk nominasi Oscar
4) Bertabur bintang Hollywood
5) Cerita ringan namun komplit yang seru untuk
ditonton hingga akhir
6) Plot cerita yang menarik
Selamat menonton !