Minggu, 29 Desember 2019

Ulasan Film “Knives Out”, Film Ala Detektif Ringan nan Kocak




Setelah sekian lama saya tidak menonton film bioskop, akhirnya saya menginjakkan kaki di salah satu cinema ternama di kota Makassar. Saya pun dihadapkan pada pilihan untuk menonton film apa, pada kali lama saya tidak menginjakkan kaki di tempat ini. Kala itu ada beberapa film hits atau box office yang tayang, sebut saja “Habibie dan Ainun 3”, “Imperfect”, “Jumanji”, dan “Starwars”. Mau nonton Habibie dan Ainun 3, tapi menurut testimoni teman seri pertama dan kedua masih lebih bagus dari seri ini. Mau nonton film Indonesia “Imperfect” namun setelah nonton trailer dan baca sinopsisnya membuat saya tidak impresif (walaupun banyak yang bilang katanya film ini bagus). Mau nonton film “Jumanji”, setela membaca sinopsisnya juga membuat saya tidak impresif, karena yang terlintas dibenak saya hanya sekedar film petualangan biasa. Mau nonton film “Starwars”, namun seri film ini tidak saya ikuti dari awal. Hingga akhirnya saya memutuskan untuk menonton film “Knives Out”. Film ini dirilis pada November 2019, namun saya sendiri menontonnya pada 24/12/2019. Pertimbangan pertama adalah sampul film dan sinopsisnya cukup menarik. Sampul film digambarkan dengan sederetan orang berdiri dengan gaya gaya bonafit klasik dengan seorang bapak paruh baya yang duduk di tengah seolah menunjukkan dialah salah satu pemeran utama. Sinopsis filmnya menggambarkan bahwa film ini ber-genre misteri. Tentunya film dengan genre seperti ini cukup menarik untuk ditonton sembari meregangkan otak saat menikmati tiap adegan dalam film. Pertimbangan kedua adalah film ini dibintangi aktor ternama Daniel Craig si pemeran James Bond dan Chris Evan si Captain America. Bagi saya dengan adanya dua aktor tersebut, tentu membuat film ini bukan film abal-abal.


Sinopsis Cerita






Film ini mengisahkan kematian seorang penulis buku ternama Harlan Thrombey (diperankan oleh Christopher Plummer). Walaupun ditemukan tewas karena bunuh diri dengan menyayat lehernya menggunakan pisau, kematiannya menjadi teka-teki dengan hadirnya detektif ternama Benoit Blanc yang menyelidiki kasus ini. Detektif Blanc hadir dengan tidak diketahui siapa yang memintanya untuk mengusut kasus ini padahal sudah ketahuan bahwa kematian mendiang Harlan adalah bunuh diri. Konflik internal keluarga memperkeruh suasana yang membahas harta warisan mendiang Harlan. Namun hingga akhirnya harta mendiang Harlan tidak diwariskan satupun kepada anggota keluarga melainkan jatuh ke tangan Marta Cabrera (diperankan oleh Ana De Armas) yang tidak lain adalah perawat tangan kanan mendiang Harlan. Seluruh anggota keluarga tentunya tidak setuju dan membujuk Marta agar mau mengalihkan harta warisan yang diberikan kepadanya, dengan dalih ancaman melaporkan keluarga Marta pada pihak berwajib yang tidak lain adalah imigran illegal. Peluang ini dimanfaatkan oleh salah satu anggota keluarga yakni Rhomson Drysdale (diperankan oleh Chris  Evan) untuk membantu menyelamatkan posisi Marta dengan kerjasama yang saling menguntungkan agar Marta mau membagi harta warisannya kepada Rhomson.
Yang menjadi konflik dalam film ini tidak hanya sebatas pembagian harta warisan melainkan misteri kematian mendiang Harlan, apakah benar-benar bunuh diri atau terdapat dalang dibalik kematiannya. Kematian mendiang Harlan bermula ketika Marta tidak sengaja salah menginjeksikan obat penenang kepada mendiang Harlan dan tidak menemukan obat penawarnya. Hingga akhirnya Marta memprediksikan bahwa mendiang Harlan akan meninggal 15 menit lagi. Walaupun Marta berusaha menyelamatkan nyawanya untuk kondisi darurat 15 menit, mendiang Harlan bersikeras untuk tidak perlu menyelamatkan dirinya dan menginstruksikan Marta untuk melakukan suatu hal agar dirinya tidak dicurigai sebagai pelaku pembunuhan dirinya. Dari sinilah konflik utama menjadi semakin dalam untuk digali, bagaimana akhirnya Marta bertahan dalam posisinya sebagai penerima penuh harta warisan sekaligus saksi utama kematian mendiang Harlan. Tidak hanya itu, siapa sebenarnya yang mengundang detektif Blanc untuk mengungkap kasus kematian menjadi salah satu konflik utama dalam film ini.


Adegan Awal yang Membosankan

Adegan awal dalam film ini menurut saya cukup membosankan karena dimulai dengan adegan percakapan yang cukup panjang dengan plot kilas balik. Awalnya saya berpikir apakah saya salah memilih film untuk ditonton kali ini. Namun hingga akhirnya adegan jatuh pada giliran Daniel Craig dan Chris Evan yang melakoni film ini, dari situ saya merasa saya tidak salah pilih film untuk ditonton. Walaupun kisah pada adegan bagian cerita di awal tersebut bagi saya belum cukup impresif. Namun kemunculan Daniel Craig dan Chris Evan memunculkan nuansa tersendiri bagi penonton.


Konflik Utama ala Opera Sabun

Hingga pada akhirnya adegan selanjutnya adalah menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada kematian Mr Harlan, yang mengungkapkan apakah dia bunuh diri atau mati terbunuh. Pertanyaan tersebut telah tejawab dibagian awal cerita. Namun apa yang menjadi konflik utama film ini ? Menurut saya konflik utama film ini tetap sama yaitu misteri kematian Mr Harlan apakah benar-benar bunuh diri atau ada dalang utama dibalik kematiannya, hingga akhirnya sang detektif Mr Benoit Blanc (Daniel Craig) harus beraksi dalam film ini dari awal hingga akhir. Namun konflik utama film ini dikupas lebih dalam, rinci, dan detail, pada tiap adegan demi adegan, yang akhirnya membuat penonton penasaran apa yang akan terjadi selanjutnya, walaupun di awal sudah ketahuan siapa yang sebenarnya membunuh Mr Harlan.
Kisah film ini sebenarnya sederhana yang dikemas menjadi rumit, namun tetap dapat dicerna. Seorang penulis ternama yang ditemukan mati bunuh diri, yang akhirnya membuat seorang detektif harus bekerja memecahkan misteri kematian tersebut. Namun film ini dibumbui perihal harta warisan dan gono gini ala keluarga yang membuatnya cukup dramatis layaknya kisah opera sabun (sebut saja sinetron) pada umumnya.  Konflik antar anggota keluarga yang disajikan menjadi pemicu utama solusi terhadap teka teki penyebab  kematian sang lakon utama. Sang detektif sendiri tidak mengetahui siapa yang memintanya untuk memecahkan kasus tersebut. Hingga akhirnya yang menjadi konflik utama dalam film ini yang perlu dijawab pada adegan akhir adalah siapa yang meminta sang detektif untuk bekerja memecahkan kasus, siapa dalang dibalik misteri kematian bunuh diri, dan apa motif sang dalang untuk melakukan hal tersebut.


Kisah sederhana namun rumit

Menurut saya film ini ber-genre misteri namun dikemas secara ringan yang tidak perlu membuat penonton menguras otak dan mengernyitkan dahi di setiap adegan. Kisah film ini mudah dicerna namun tetap membuat penonton ingin mengikuti apa yang terjadi di setiap adegan selanjutnya, hingga akhirnya mencari tahu jawaban utama di akhir film. Saya sendiri merasa penasaran terhadap kisah yang disajikan pada tiap adegan demi adegan dengan waktu durasi yang cukup panjang yakni 112 menit. Waktu yang cukup panjang untuk kisah film yang sudah terjawab konflik utamanya di awal cerita, namun tidak membuat kita merasa bosan untuk setia menikmati adegan dari awal hingga akhir.


Latar waktu jaman now dengan bumbu latar waktu lampau

Film ini bukan film pertama yang mengusung tema detektif di ranah film Hollywood. Sudah banyak tema film aksi (sebut saja film Action) yang menyajikan kisah kriminal yang mengajak penonton untuk menerka siapa pembunuh, tanpa harus ditangani oleh seorang detektif. Bisa saja kasus pembunuhan ditangani oleh pihak polisi sendiri atau salah satu saksi dari pemeran film yang turut andil memecahkan misteri, tanpa harus ditangani detektif. Salah satu film terkenal bertema detektif yang saya ketahui adalah “Sherlock Holmes : A Game of Shadows” yang dirilis tahun 2011 yang diperankan oleh aktor ternama Robert Downey Jr dan Jude Law. “Sherlock Holmes” sendiri mengusung tema tahun klasik yang jauh dari modernitas. Film “Knives Out” justru hadir dengan tema modernitas tanpa menghilangkan unsur klasik yang biasanya ada di film bertema detektif.
Latar belakang dalam film adalah rumah orang kaya bergaya tahun 50-an yang tidak lain adalah rumah Mr. Harlan dengan perabot serta suasana yang autentik ala barat. Walaupun gaya rumah yang klasik, kisah cerita ini diambil dengan latar zaman sekarang, yang bisa saja penonton masih mengira bahwa film ini diambil dengan latar waktu lampau (padahal sebenarnya tidak). Terdapat adegan Mr Blank menelusuri jejak pelaku menggunakan kamera pengintai dengan tipe pemutar film yang masih jadul. Dari situ saya mengira bahwa film ini diambil pada latar lampau, namun terdapat percakapan Mr Blank yang mengatakan “dapatkah film ini diubah ke versi digital?” dari situ saya yakin bahwa film ini diambil pada latar zaman sekarang. Selain itu beberapa adegan yang menggunakan ponsel pintar semakin meyakinkan saya bahwa film ini diambil pada latar zaman sekarang. Ya, latar waktu zaman lampau di film ini seakan cukup kuat membuat kita mengira bahwa film ini berkisah dengan latar zaman lampau.


Peran Pemain yang Pas

Salah dua pemeran utama dalam film ini yang cukup menarik perhatian adalah Benoit Blanc yang diperankan oleh Daniel Craig dan Hugh Rhomson yang diperankan oleh Chris Evan. Keduanya merupakan aktor dengan nama besar yang menghiasi film ini. Daniel Craig yang selama  ini kita kenal dengan karakter di serial film James Bond menjadi cukup unik ketika harus memerankan Mr Blanc dengan karakter yang canggung, sembrono, dan ada sedikit lucunya. Sementara Chris Evan yang selama ini kita kenal dengan karakter superhero-nya dalam film Captain America menjadi unik ketika harus memerankan Rhomson yang brengsek dan menjengkelkan. Terdapat satu adegan yang membuat penonton tertawa ketika karakter Rhomson mengatai satu persatu anggota keluarga dengan sebutan “brengsek” (a.k.a asshole) tanpa merasa bersalah.
Para pemain dalam film ini memerankan perannya dengan pas, termasuk si perawat Marta Cabrera yang diperankan oleh Ana De Armas. Ana De Armas tampil memukau dalam perannya sebagai perawat tangan kanan Mr Harlan, yang cukup impulsif, emosional, dan juga mengundang tawa karena tabiatnya yang selalu muntah akibat berbohong. Dalam karakter ini Ana tidak cukup sulit mendalami perannya sebagai gadis imigran latin karena aktris ini memang berdarah latin.


Adegan Knives Out yang tidak sepenuhnya Knives Out

Arti dari Knives Out sendiri lebih cenderung mengarah pada kata yang berhubungan dengan pisau. Dari awal  saya sudah bisa menebak mengapa film ini dinamai Knives Out karena film ini bertema pembunuhan. Mr Harlan sendiri ditemukan mati bunuh diri karena membunuh dirinya menggunakan pisau. Namun tidak hanya sebatas itu mengapa film ini dinamai Knives Out. Adegan terakhir dimana Rhomson mengambil pisau dan menikam Marta Cabrera menjadi satu adegan lucu yang bisa saja menjadi kambing hitam mengapa film ini dinamai tersebut. Rhomson menikam Marta dengan pisau yang digambarkan dalam adegannya yang cukup dramatis. Namun ketika pisau telah menyentuh tubuh Marta, baru ketahuan bahwa pisau tersebut hanya pisau mainan.


Adegan Menarik dan Lucu


Karakter Marta Cabrera yang diperankan oleh Ana De Armas cukup impresif dengan latar belakang keluarga imigran. Adegan cukup menarik adalah bagian akhir ketika Marta harus memutuskan apakah tetap mengambil harta warisan atau mengalihkannya pada keluarga Mr Harlan. Di akhir film Marta Cabrera dengan santainya menikmati rumah warisnya menggunakan setelan piyama seakan telah mewenangi rumah tersebut setelah sekian lama sambil meminum kopi dengan cangkir bertuliskan “ini adalah rumahku” (mohon koreksi apabila salah). Dari situ terjawab bahwa Marta tidak akan mengalihkan harta warisan yang diberikan kepadanya.
Pada umumnya film ini dibumbui adegan komedi yang cukup banyak, termasuk Rhomson (Chris Evan) yang mengatai satu persatu anggota keluarga dengan “brengsek”. Marta yang tak bisa berbohong harus dihadapkan untuk berbohong demi keamanan dirinya dari alibi, alih-alih bila berbohong Marta akan muntah. Terdapat satu adegan Marta memuntahi wajah Rhomson di bagian terkahir akibat berbohong yang mengungkapkan bahwa Fran masih hidup yang ternyata sudah meninggal. Tidak hanya itu, karakter nenek Wanetta yang menjadi pelengkap dalam film ini membuat film ini semakin kental dengan unsur tawanya. Nenek Wanetta yang digambarkan memiliki keterbelakangan mentaltidak pernah melakukan sebuah dialog namun memunculkan tawa di kalangan penonton.  


Mengapa harus menonton film ini ?

Berikut versi saya, alasan mengapa harus menonton film ini :
1.) ImDb memberi skor terhadap film ini yakni 8.1 dari 10. Perlu diberi tepuk tangan terhadap sutradara film ini.
2) Menuai respon positif dari para kritikus film
3) Digadang-gadang untuk masuk nominasi Oscar
4) Bertabur bintang Hollywood
5) Cerita ringan namun komplit yang seru untuk ditonton hingga akhir
6) Plot cerita yang menarik


Selamat menonton !

Baca selengkapnya